Senin, 08 Maret 2010

Sejarah Gereja Masehi Injili di Minahasa

Masuknya Bangsa Portugis di Minahasa


1. LATAR BELAK
ANG

Pada abad ke XIV orang Portugis sudah mulai menjelajahi perairan India sampai ke Asia Kecil. Apa yang mendorong mereka sehingga begitu tekat meninggalkan tanah air dan menjelajahi lautan yang jauh. Dibawah ini dapat dicatat ada beberapa peristiwa Perang Salib di Eropa dan Asia Kecil. Tahun 1070 sampai dengan tahun 1921 banyak orang-orang beragama Roma Katolik menjadi korban. (Perang Salib = Sejarah Gereja Hal. 82 : ada 6 x perang Salib).
Pertikaian antara pemimpin gereja dan negara di eropa yang pada tahun 1309 Kaisar Perancis seolah-olah mau menguasai Paus, yang disusul oleh raja-raja Jerman tahun 1312. Perbedaan pendapat dalam aturan-aturan gereja sehingga muncul surat protes dari Dr. Marthen Luther pada tahun 1517 (31 Oktober 1517, 95 dalil ditempelkan di pintu gereja Istana di Witenberg tentang Penghapusan Siksa) yang mengakibatkan pertikaian dalam gereja berlangsung terus menerus sehingga beberapa pemimpin negara mencampuri akan hal itu.
Perang di Spanyol selama 80 tahun ( 1568 – 1648 )
Perang di Jerman dan Austria ( 1618 – 1648 )
Ini semuanya menggambarkan situasi di Eropa yang tidak tentram. Namun dipihak lain dapat dilihat kehendak Tuhan Allah melalui bangsa-bangsa di Eropa yaitu banyak yang meninggalkan negaranya, mula-mula dari bangsa Portugis dan Spanyol, kemudian disusul oleh bangsa-bangsa lain untuk menginjili bangsa-bangsa kafir. Yang terkenal sebagai bangsa yang bertekad mengusahakan pelayaran-pelayaran kolonisasi dan perdagangan adalah Portugis dan Spanyol. Akan tetapi demi menjaga hubungan baik antara kedua bangsa ini maka oleh Paus Alexander VI dari Belgia pada tahun 1493 telah mengatur pembagian wilayah operasi dari kedua negara tersebut, yakni disebelah barat samudera Atlantik yaitu seluruh benua Amerika dan sebagian Pasifik menjadi wilayah dari Spanyol dan bagian Timur sampai Timur Jauh adalah wilayah Portugis. (baca : sejarah Gereja Dr. Enklaar; Hal. 231). Namun pada perang 80 tahun itu, negara Portugis di Eropa pada tahun 1580 masuk jajahan Spanyol, sehingga bangsa Spanyol banyak memasuki wilayah-wilayah Portugis termasuk di Indonesia. Peristiwa pertikaian di Eropa yang menimbulkan kolonisasi dan perpindahan penduduk adalah merupakan suatu jalan Tuhan, yang berada di Timur Jauh dan Wilayah-wilayah lain. Dan suatu berkat besar dengan ditemukannya benua Amerika pada tahun 1492 oleh Colombus disusul oleh bangsa Inggris dan bangsa-bangsa Eropa lainnya datang menduduki benua Amerika yang dalamnya Injil Yesus Kristus disebarkan. Ini semua yang melatar belakangi sehingga orang-orang Portugis dan Spanyol tiba didaerah Minahasa sambil membawa panji Kristus sampai kepenjuru dunia. “Dan Injil Kerajaan ini akan diberitakan diseluruh dunia, menjadi kesaksian bagi semua orang.


2. MISI PORTUGIS DAN SPANYOL

Peristiwa-peristiwa perang yang silih berganti di Eropa, mendorong orang-orang Portugis sudah tiba diperairan Asia Tenggara melalui India, dan sudah sempat masuk dataran Tiongkok dan Mongolia. Pada tahun 1498 Vasco da Gama tiba di pantai India. Dan satu rombongan kapal Portugis menuju ke Ternate dan pernah singgah di Manado. Mereka tiba di Maluku pada tahun 1512 dan sudah menetap di Ternate, Ambon dan Banda. (tahun 1522 menetap; sejarah Gereja Hal. 235). Dari sana mereka banyak mengunjungi pulau-pulau sekitar termasuk Sangir, Manado Tua dan Minahasa. Misionaris yang pertama kali menginjak pulau Maluku adalah rahib-rahib Franciscan yang tiba pada tahun 1522. Karena sesuatu pertikaian mereka pindah ke Halmahera pada tahun 1534 dan menetap disana. Pada tahun 1536 seorang partner Franciscan yang bernama Simon Vas, mati dibunuh di Maluku dan ialah sahid pertama. Tahun 1542 mereka datang di Manado membabtis Raja Manado Tua dan 1500 orang lainnya dibabtis pada tahun 1563. Inilah yang menjadi suatu PERINGATAN INJIL MASUK DI MINAHASA. Oleh misionaris-misionaris dari Portugis. Tetapi pada tahun 1570 (utusan dalam MISL (Pekabaran Injil)) orang-orang Spanyol mendatangi daerah ini dengan satu armada. Tahun 1506 mereka menaklukkan Ternate. Dibawah pimpinan Pedro de Acuna, beliau inilah yang mengirim expedisi kedaerah Minahasa pada bulan Agustus 1606 dan yang bersama-sama dengan mereka ada 3 orang raja yakni Tululiu raja Manado, raja Sangir dan seorang raja lain. Mereka telah menjelajahi pesisir tanah Minahasa yakni : Kema, Likupang, Wenang dan Tombariri. Mereka menetap didaerah ini, dan melanjutkan penginjilan menggantikan orang Portugis pada tahun 1619 penguasa Spanyol yaitu Kapten Francisco Malendes, memanggil orang-orang pedalaman Minahasa yang masih kafir dan memberikan hadiah-hadiah juga disamping itu ia menjelaskan tentang kedatangan misi yang membawa kabar selamat bagi semua orang percaya padaNya. Mereka disambut oleh banyak orang Minahasa. Lalu Kapten Malendes bersama 3 orang padre Franciscan (Pdt. Katolik), mengadakan perjalanan kepedalaman, antaranya desa Kali, yang didalamnya ada seorang yang berpengaruh bernama Wungkar. Mereka tinggal di Kali mempelajari Bahasa Daerah. Mereka meneruskan perjalanan ke Kakaskasen, Tomohon dan Saroinsong, kemudian ke Tondano, dan ada 2 orang paderi menetap didesa Kali dan Tomohon, kemudian mengKristenkan orang-orang yang berada disekitarnya. Kedua orang padri ini menetap selama 6 tahun dan mempelajari dengan tekun bahasa setempat untuk memudahkan mereka mengabarkan injil. Mereka disertai oleh orang-orang Spanyol lainnya yang hidup tentram dengan rakyat setempat. Tetapi ada seorang Spanyol yang mengadakan suatu pelanggaran yaitu melarikan seorang gadis dari Kakaskasen sehingga menyebabkan perkelahian besar dan menimbulkan perang yang dikenal dengan Perang Spanyol Minahasa meletus pada tanggal 10 Agustus 1643. Pada waktu itu nama daerah ini adalah Malesung, tetapi karena peristiwa ini semua anak suku Malesung bersatu, oleh karena itu dirubahlah nama menjadi MAESA. Mereka bersatu dari Tombulu, Tonsea, Tolour, Tontemboan untuk menyerang orang Spanyol yang juga dinamakan Tasikela atau orang Kastela.
Daerah Maluku diduduki Belanda pada tahun 1605 dibawah pimpinan Steven van der Gagen. Pada tahun 1654 empat tokoh (Tona’as) Minahasa mengunjungi orang Belanda di Ternate, mereka ialah Supit, Paat, Lontok dan Lontaan dengan maksud meminta bantuan untuk menyerang Spanyol. Pada tahun 1655 Gubernur Belanda di Ternate mendirikan benteng di Wenang (Gubernur Jacob Hustaart), dan Armada Belanda dibawah pimpinan Simon Cos mengalahkan armada Spanyol diteluk Wenang dan mengejar terus sampai ke Amurang. Kemudian pada tahun 1657 orang Spanyol meninggalkan daerah Minahasa dan diganti oleh Kompeni Belanda (VOC). Dengan peristiwa ini maka tugas misi Roma Katolik yang dari Spanyol berakhir dan diganti oleh penginjil-penginjil dari Belanda dengan membawa ajaran Protestan.
Misionaris terkenal dimasa Spanyol adalah paderi Mascarenkas, Scialamante, Cosmas Piato, Gomez, Simi, Bias Palonio, mereka yang mengunjungi Kali, Kakaskasen, Tomohon, Saroinsong, Tondano, Tombariri, Kema. Pada tahun 1619 Fuan Yuan Yerauso yang menetap di Kali dan Tomohon dan diganti oleh paderi Larenzo Caralla sampai meletusnya perang 1643. Karena Perang inilah maka semua Misionaris Spanyol meninggalkan daerah Minahasa, sejak saat itulah umat Roma Katolik tidak ada lagi pelayanan.


ZAMAN VOC DI MINAHASA

Pada tahun 1602 di Belanda telah membentuk suatu badan perhimpunan dagang yang dinamai “Veregnigde Oost Indische Compagnie” dan dipendekkan “VOC” sebutan hari-hari Kompeni Belanda. Pada tahun 1605 VOC sudah berada diperairan Maluku. Dari sana mereka menaklukkan orang Portugis dan Spanyol. Tahun 1655 mereka mulai menetap di Minahasa, dengan mendirikan benteng Wenang yang kemudian dinamakan benteng Manado. Ada undang-undang di Belanda yang berbunyi bahwa pemerintah diwajibkan memelihara gereja yang kudus dan melawan serta memberantas segala agama palsu dan penyembah berhala dan semua antikris, sambil memberitakan Kerajaan Yesus Kristus. Demikian VOC harus melaksanakan ketentuan ini dan membawa panji Protestan melalui pekabaran Injil dimana saja mereka berada. Akan tetapi VOC ini berkedudukan di Belanda dan diatur oleh Badan Pengurus yang terdiri dari 17 orang, sehingga mereka dinamai Tuan XVII. Badan inilah yang mengatur VOC, sampai kepada pemeliharaan rohani, sehingga gereja yang berkeinginan melaksanakan tugas gereja dan penginjilan harus takluk kepada Badan tertinggi, atau mengajukan usulan permohonan kepada badan tersebut.
De Fransicus di Amsterdam mengurus pemeliharaan anak-anak kapal pada pelayaran yang panjang sampai ke Indonesia. Mulai pada tahun 1609 diutuslah Pendeta-Pendeta untuk menjadi pengawas VOC dibawah Gubernur-gubernur Jenderal. Sebagaimana yang lazim pada waktu itu VOClah yang bertanggung jawab atau kemajuan gereja di Indonesia, sampai pada mengusahakan pertobatan orang-orang kafir dan pendidikan anak-anak. Demikianlah panji Protestan Calvinis sudah disebarkan melalui Ambon, Lease Banda, Ternate, Bacan, Manado, Sangir, Solor, Batam, Maluku dan Timor. Karena tidak ada lagi pemeliharaan kepada umat Katolik maka beralih ke Protestan. Saat itu Pendeta masih sangat kurang. Maka VOC telah melantik orang-orang yang disebut “Penghibur orang sakit” dan Guru Katekisasi walaupun pendidikan belum memadai.
Gereja mengusulkan agar ada perbaikan dalam bidang pelayanan, sehingga oleh inisiatif dari Fakultas Theologia Leiden, maka guru besar Wolcus diangkat menjadi pemimpin “Seminarius Indicum” yaitu sekolah Pendeta untuk Indonesia. Tahun 1623-1633 Wolcus melaksanakan tugasnya dengan rajin dan cakap menghasilkan pendeta-pendeta dan menyerahkan 12 pendeta yang baik kepada gereja di Indonesia. Tetapi VOC tidak dapat melanjutkan sekolah ini, dengan alasan biayanya terlalu tinggi. Dengan terhentinya pendidikan Theologia ini berarti menghambat lajunya pekerjaan penginjilan didaerah ini. Walaupun gereja di Belanda sangat memberi perhatian tentang penginjilan ini dan mendesak kepada VOC untuk menyokong usaha ini namun tetap terhambat. Pada tahun 1675 Ds. Montanus mendapati bahwa jemaat-jemaat di Manado sudah sangat lemah, karena tidak ada pelayanan, sehingga banyak cara-cara hidup yang bertentangan dengan ajaran agama Kristen.
Pada tahun 1695 sudah tercatat 2.192 murid sekolah. Di Likupang pada tahun 1771 dikunjungi oleh De Wiltenaar, dan kedapatan disana sudah ada jemaat baru dengan orang dewasa 102 orang dan anak-anak 105 orang.
Demikianlah usaha dan tekad dari VOC menginjil di Indonesia sampai kedaerah-daerah termasuk Minahasa, walaupun banyak juga kelemahan dan kekurangan. Setelah bubarnya VOC pada 31 Desember 1789, maka sejak bubarnya VOC sampai pada tahun 1817 tidak ada lagi pemeliharaan rohani pada jemaat walaupun pada waktu itu sudah diserahkan pada pemerintah Belanda.


3.ZAMAN NEDERLANDSCH ZENDELING GENOOSTCHAP (NZG)DAN PENDIDIKAN

Pada tahun 1797 Th Van der Kemp sudah mendirikan satu badan pekabaran Injil yang dinamai “Nederlandsch Zendeling Genoostchap” (NZG). Setelah bubarnya VOC maka jemaat-jemaat tidak ada lagi pemeliharaan dan pelayanan. Ds. Josep Kam adalah seorang pendeta dari tahun 1770-1853 di Maluku yang kemudian digelar rasul Maluku, mengunjungi Minahasa pada tahun 1817 lalu disusul lagi oleh Ds. Lenting dari Semarang yang membuat perjalanan dinas didaerah ini tahun 1819. Mereka mendapati orang-orang Kristen yang sekian banyak tidak ada pelayanan lagi. Atas usaha dan pembelaan dari kedua Pendeta ini maka mereka menyampaikan permohonan kepada NZG di Belanda; oleh permohonan ini pada tahun 1822 yaitu Zendeling L. Lamores ditempatkan di Kema dan Zendeling W. Muller di tempatkan di Manado. Dalam pelayanan mereka mendapat kesulitan-kesulitan yang didapati mereka teristimewa dari keturunan Eropa sendiri. Zendeling L. Lamores meninggal dunia pada tahun 1824 di Kema dan W. Muller meninggal pada tahun 1827 di Manado. Kemudian diganti oleh Ds. G. J. Helendoorn yang ditempatkan di Manado pada tahun 1827. Beliau mempunyai keyakinan bahwa Minahasa perlu ada penginjilan, sehingga 4 tahun kemudian dikirimlah dua Zendeling yang tiba di Manado pada 12 Juni 1831 yaitu : Penginjil J. F. Riedel dan J. G. Schwars. Penginjil J. F. Riedel ditempatkan di Tondano dan J. G. Schwars ditempatkan di Kakas lalu dipindahkan ke Langowan. Kedua penginjil ini perintis pekabaran Injil. Sejak tahun 1831 N.Z.G. melaksanakan penginjilan di Minahasa secara intensif dan sudah membagi Minahasa ini menjadi 10 resot penginjilan, yakni resot Tomohon, Tondano, Langowan, Amurang, Kumelembuai, Tanawangko, Kema, Talawaan, Sonder, Ratahan. Semua resot ini telah ditempati Zendeling-zendeling yang rata-rata telah bekerja keras menjangkau wilayah-wilayah yang belum Kristen. Sebagian besar Zendeling-zendeling ini telah meninggal didaerah ini.
Selain Zendeling-zendeling yang sudah disebut diatas ada Zendeling-zendeling lain yaitu :
Karel Trougth Herman dari Jerman, ditempatkan di Amurang pada tahun 1836, dan meninggal tahun 1851.
A. T. Mattern tempat di Tomohon pada tahun 1838 dan meninggal di Manado pada tahun 1842
F. Hartig di Kema dan Likupang 1849 meninggal di Kema pada tahun 1854.
N. Ph. Wilken di Tomohon 1842 – 1873
F. H. Linneman di Manado 1846 – 1882
R. Bossert di Tanawangko 1848 – 1854
H. Nooy di Tondano 1850 – 1853
N. Graffland di Sonder 1850 – 1883
S. de Volden Capelen di Rumoong Lansot 1851 – 1856
H. Bocker di Tondano 1854 – 1903
H. J. Tondeloo di Airmadidi 1857 – 1862
A. O. Schaafsma di Langowan 1860 – 1870
J. A. Schwarz di Sonder 1860 – 1903
C. J. v. d. Liefde di Amurang 1851 – 1861
J. N. Wiersma di Ratahan 1863 – 1884
M. o. d. Wal di Talawaan 1864 – 1867
H. Bettihk di Tanawangko 1867 – 1878
J. Louwerier di Tomohon 1867 – 1909
M. Brouwer di Langowan 1870 – 1913
A. de Lange di Tanawangko 1878 – 1880
H. M. Svhippers di Tanawangko 1880 – 1889
J. Boide di Tenga / Kumelembuai 1881 – 1887
J. cem Hore di Maumbi – Tanawangko 1881 – 1889
N. Permeey di 1885 – 1894
H. D. Kruyt di Kuranga 1864 – 1890
E. Tr. G. Graafland di Amurang 1888 – 1932
J. S. de Vales di Ratahan 1888 – 1895
J. H. Hibink Roeker di Kuranga 1890 – 1926
H. J. Moens di Ratahan, Tomohon 1895 – 1876
S. Auisingh di Ratahan 1896 –
Inilah pendeta-pendeta N.Z.G. yang sudah meninggal dunia di Minahasa pada abad ke-XIX yang lalu.


3.2 PENDIDIKAN

N. Graafland di Sonder 1851 telah mendirikan sekolah guru di Sonder yang kemudian dipindahkan ke Tanawangko pada tahun 1854, kemudian dipindahkan lagi ke Tomohon pada tahun 1856 yang dinamakan Normal School (Sekolah Guru). Berkat adanya sekolah guru ini maka sudah banyak membantu anak-anak peri bumi menjadi pendidik yang juga merangkap sebagai penginjil. Sebelum ada sekolah guru, N.Z.G. sudah membuka sekolah-sekolah di beberapa desa semacam sekolah rakyat atau Volk School.
Pada tahun 1845 sudah ada 66 sekolah di Minahasa yang terdiri dari 55 sekolah Zendeling dan 11 sekolah Gubernemen (pemerintah). Disamping itu ada beberapa kebijaksanaan dari pendeta-pendeta yang tempat tinggalnya belum ada anak sekolah, maka mereka memberi kesempatan dan membuka sekolah dirumah yang biasa disebut mamurid (murid Stelsel) ada juga yang menyebut anak piaraan. Melalui sekolah semacam ini banyak menghasilkan tenaga guru pembantu biasa disebut “ondermester dan ada yang menjadi penginjil, ada yang melanjutkan sekolahnya yang lebih tinggi”.
Karena mereka yang mendidik para penginjil dibuka pada tahun 1867 kemudian berkembang dan ditetapkan menjadi Stovil (School tot opleideng voor Inladsche Lecrar) pada tahun 1886. Perlu dicatat disini bahwa dengan dibukanya pendidikan dirumah-rumah pendeta ‘Murid Stelsel’ sudah menghasilkan pendeta pertama di Minahasa, yakni Adrianus Angkow ditahbiskan di Langowan pada tahun 1847 dan Silvanus Item yang ditahbiskan di Tondano pada tahun 1859.
Pada akhir Desember 1898 terdapat 133 sekolah N.Z.G. dengan 8378 murid yaitu 4961 pria dan 3417 wanita dan jumlah jemaat sudah 200 lebih jemaat. Statistik permulaan abad 20 menunjukkan jumlah penduduk sebanyak 154.817 orang Kristen, sedangkan Islam 7023 orang dan 8371 adalah orang kafir.
Dengan meluasnya jumlah sekolah dan jemaa-jemaat maka pada tahun 1882 N.Z.G. di beberapa desa didirikan sekolah sambungan (Vervolgschool).
(dikutip dari beberapa sumber)

Writen by : Ridho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar